Tidak semua desa identik dengan pertanian. Banyak juga desa dengan sektor industri sebagai penyangga perekonomian warganya. Pabrik-pabrik yang berlokasi di desa biasanya juga menjadi tempat bekerja warga lokal. Membangun pabrik memerlukan lahan luas. Keterbatasan lahan di perkotaan menyebabkan munculnya pabrik-pabrik di wilayah perdesaan. Bila tidak dikelola dengan benar, industri di perdesaan dapat memicu hilangnya lahan hijau produktif secara berlebihan dan menjadi sumber pencemaran lingkungan. Berubahnya lahan hijau menjadi lahan terbangun akan menghilangkan fungsi itu, dan berpotensi menimbulkan masalah. Di antaranya, potensi longsor, bencana banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau, serta naiknya suhu udara di wilayah itu. Alih fungsi sawah beririgasi teknis jadi kawasan terbangun juga sebuah pemborosan. Saluran dan prasarana irigasi dibangun, dan di kemudian hari sawah-sawah yang mendapatkan air darinya beralih fungsi jadi kawasan industri atau permukiman. Investasi prasarana pertanian pun sia-sia. Tak hanya pabrik besar, perusahaan-perusahaan kecil pun bisa menjadi sumber pencemaran di desa. Pabrik tahu, perusahaan penyamakan kulit, dan pabrik sablon kain, misalnya, membuang limbahnya langsung ke sungai. Perusahaan kecil sering berlindung di balik status UMKM, dengan investasi kecil, kapasitas terbatas, sehingga tidak memiliki anggaran mengolah limbah. Sebetulnya sudah lama Indonesia memiliki mekanisme untuk mengurangi dampak lingkungan dari pembangunan fisik atau sebuah kebijakan. Analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) adalah instrumen yang, jika dilakukan dengan benar, dapat mencegah kerusakan lingkungan dan perubahan tata ruang, memastikan sistem ekologi berfungsi dengan baik. Investasi memang perlu, termasuk investasi di sektor industri. Akan tetapi, investasi yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan membuka kesempatan kerja di perdesaan harus tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Asesmen lingkungan sebelum sebuah proyek atau kebijakan digulirkan, seperti amdal atau KLHS, tidak boleh dipandang sebagai penghambat investasi, tetapi justru sebagai pelengkap agar kegiatan ekonomi tidak menimbulkan dampak buruk bagi alam dan lingkungan. Mengutip Gunter Pauli, penulis buku dan pencetus blue economy, alam adalah sahabat manusia, bukan korban dari pemanfaatan tanpa batas.
Dipost : 02 Mei 2023 | Dilihat : 317
Share :