Sejarah Tanjungsari

Sejarah

Pada zaman dahulu, Tanjungsari masih berupa hutan belantara, hingga pada tahun 1805 datanglah seorang resi bernama Resi Wolo yang berasal dari Keraton Surakarta, kemudian beliau melakukan “bubak alas“ (membersihkan hutan) yang dulunya dipenuhi dengan pohon tanjung. Lalu nama pohon inilah yang menjadi dasar pemberian nama Tanjungsari .

Kemudian Resi Wolo melanjutkan pembersihan hutan hingga ke wilayah Lebu Api, disebut lebu api karena ditempat itu ditemukan Abu yang masih mengandung api. Dari lebu api dilanjutkan ke sebuah tempat yang saat ini disebut dukuh Tanjunganom, kemudian dilanjutkan lagi ke daerah Peganjuran, yang berasal dari kata “mbanjurake“ yang mempunyai arti melanjutkan.

Setelah dari Peganjuran Resi Wolo melanjutkan bubak alas ke wilayah Bantaran. Dengan melalui proses musyawarah lalu wilayah Tanjungsari, Lebu Api, Tanjunganom dan wilayah Bantaran dijadikan satu desa dan diberi nama desa Tanjungsari dan pada saat itu Resi Wolo menjadi Kepala Desa pertama dengan gelar Singo Merto. Gelar tersebut diambil dari sejarah pada saat melakukan bubak alas, ada seekor harimau yang berhasil ditaklukkan oleh Resi Wolo (singo = harimau, merto = aman).

Kemudian pada tahun 1815 datanglah seorang resi bernama Resi Sutowijoyo yang berasal dari Keraton Ngayogjokarto Hadiningrat, beliau pun bubak alas di wilayah yang dipenuhi rawa-rawa sehingga wilayah itu diberi nama Berung yang berarti sumber urung-urung (banyak pepohonan dan juga rawa-rawa ), sehingga sekarang menjadi dukuh Berung.

 

Terjadi Perang Sengit antara Resi Wolo dengan Resi Sutowijoyo

Di wilayah inilah lalu Resi Sutowijoyo membentuk pemerintahannya sendiri dan beliau menjadi kepala desa. Hingga Pada tahun 1825 terjadilah sebuah pertengkaran hebat antara Resi Wolo dan Resi Sutowijoyo yang pada akhirnya dimenangkan oleh Resi Wolo, dan pada saat itu juga Desa Tanjungsari dan Desa Berung digabung menjadi satu dan tetap menggunakan nama desa Tanjungsari yang kemudian pemerintahannya dipimpin oleh seorang kepala desa bernama Resi Joyo yang merupakan anak dari Resi Wolo.

Namun pada tahun 1865 dukuh Tanjunganom dan dukuh Bantaran kembali memisahkan diri membentuk desa baru dengan nama desa Tanjunganom yang dipimpin oleh kepala desa bernama Kastowijoyo.